Minggu, 27 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

Sajak #4

Seperti ini










 Setelah lama lelah
Saya dengar suara berontak dalam dada
Ingin muncul sebagai "saya"
Bukan menjelma sebagai "Dian"

Manis muka manis kata
Orang bilang, tapi ku diam
Bila benar, ku tak minta katakan
Cukup anggap saja "saya" ada

Dekapan angin menyayat jiwa
Seketika itu "saya" sadar
Bukan sebagai "Dian" saya dilahirkan
Hanya waktu yang bergumam

Jingga menerpa napas
Kala ingin "saya" berkata
Rasa bungkam justru melanda
Waktu ingin "saya" menjadi "Dian"

Baik untuk menghindar
Solusikah?
Baik untuk menghadapi
Kuatkah?

Dian Nur Amalia_"Saya" bukan "Dian"




Kamis, 24 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

Sajak #3

Kucoba tetap terpana
Dengan pemandangan biasa
Menjaga hati dan mata
Mengarungi fakta yang ada

Gumamku masih terdengar
Ketika genggam tak erat
Menggapai asa yang tak terucapkan
Andai saja aku bicara

Gerakku adalah fana
Seolah bukan untukku dunia dicipta
Laksana langit tanpa ungu
Samar dan gelap

Ketika aku memilihcita
Bukan tidak ada yang kukorbankan
Semu adalah malam
Ketika aku memutuskan


Karena mengaku memiliki
Karena mengaku bersama
Karena mengaku dicintai
Di suatu waktu . . .

Dian Nur Amalia_"Di Suatu Waktu"
Rabu, 23 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

Sajak #2

Mewarnai Hidup









Jingga menyilakan sang cinta
Hingga hilang kelabu
Semerbaknya aroma malam
Merobek kegelapan 
Untuk diam dan mendengar

Telusur langkah telusur
Tujuh jiwa sedang bergumam
Menanti awan kan datang
Mengawang ke luar pikiran
Angka berujung angkasa

Tujuh cinta dengan jiwanya
Mencari manisnya cara
Saat kan bahagia
Waktu kan dahaga
Perih kan terlena

Tujuh masa dengan diorama
Sempatkan tuk bertahta
Tersenyum dengan sajaknya
Dilema bukan simalakama
Arti hati dengan keyakinan

Dian Nur Amalia_"TUJUH" 




Selasa, 22 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

Sajak #1

Sepagi aku menyeruput indahnya lukisan alam
Sontak membawa dalam kedamaian
Rasa terpatri dalam-dalam
Angin yang bertiup tak jua terkatakan
Kapas jatuh tanpa beban
Yang kurindukan hanya pasir tak bertuan
Memaksa diri untuk diam
Hanya sempat mengurungkan

Jikalau benar bahagia kan datang
Camar kan menyampaikan kabar
Bahwa ada hati di sana tanpa nyawa
Kelak akan menjadi jiwanya
Pena memaksaku untuk berbicara
Ketika sang bintang temaram
Dijaga malam
Pelupukku tertunduk pelan

Melati ingin dipelihara dengan tulus
Wanginya ingin menyebar tanpa kecuali
Putihnya ingin berbagi dengan awan hati
Batangnya ingin mengokohkan sang nurani
Akarnya menyapa matahari
Spektrum daunnya membawa aura malaikat
Sapanya lembut membuai
Dalam diamnya kurindukan

Dian Nur Amalia _ Kumelatikan Pagi
Selasa, 08 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

Suara Hati


Aku membuka mata terhadap dunia yang fana. Aku menerka tapi tidak kentara. Aku meraba tapi tidak tau rasanya. Tuhanku satu. Tuhanku mengatur hidupku sedemikian rupa untuk senantiasa mengingatkanku pada kekuasaan-Nya yang tidak pernah fana. Yang tanpa diterka sudah lebih dulu kentara. Yang tidak perlu diraba sudah menampakkan kemahaan-Nya. Aku tersenyum dengan nikmat-Nya, aku menangis dengan nikmat-Nya, aku berduka bukan karena tidak menerima takdir-Nya, tapi karena luput dari nikmat-Nya yang seharusnya bisa kunikmati. Allahku satu. Allah memberiku kehidupan sedemikian rupa dengan indahnya... dengan agungnya.... dengan luar biasa... Allahku satu... baik burukku tak kupermasalahkan, karena ini anugerah. Setiap alur hidup yang penuh dengan benjolan di berbagai sisi tak kusesali, karena semua ada hikmahnya. Setiap tangisan tak kuhadapi dengan larut, karena kutahu itu hanya akan menyiksa. Allahku penghiburku di kala aku terpuruk, mengingatkanku di kala aku berlebihan menerima kebahagiaan. Aku merasa tenang, Allah ada di setiap hela nafas. Di setiap detak jantungku. Allah... Allah... Allah...
Aku menunjuk ke arah sana, kilaunya menyejukkan mata, menarikku untuk ikut serta. Semoga suatu hari aku benar-benarada di sana. Tenang, Nikmat, dan Bahagia yang sejati. 

Minggu, 06 Juli 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

DI KALA AKU TERTAWA

Aku berkata pada diriku sendiri. Aku hidup, karena memang aku masih merasakan hembusan nikmat yang tak kudapat di planet lain. Waktu cukup tau sedikit banyak mengenai alur hidupku. Bahkan, ia menjadi saksi bisu bagaimana sekarang aku berkelana ke negeri imajinasi untuk melukis kata yang tak kudapat secara kilat. Ada banyak hal yang membuatku berpikir mengapa kita jatuh? mengapa kita harus mengalami yang namanya kegagalan? mengapa harus ada yang namanya kesalahpahaman? mengapa bisa kamu, dia, mereka menangis? mengapa aku bisa TERTAWA?

Semburat ungu melumuri sendu yang lama tak hilang dari pelupuk hatiku. Selama itu juga aku menertawakan diriku yang tak berdaya oleh waktu. Ya, aku tercabik dan teriris oleh waktu bak pedang mengiris total cabai dapur. Sangat mudah. Aku terkoyak oleh panas dinginnya hawa nafsu yang tak diam ketika aku menundukkan hatiku. Aku menjadi korban karena tak jua menunjukkan perlawanan. Dan kini, aku TERTAWA ketika kesulitan membelit sebagian perasaan.

Kita jatuh. Allah ingin kita berdiri dengan mengingat-Nya kembali. Kita gagal. Allah ingin memberikan keberhasilan yang lebih besar di lain hari. Kita salah paham. Allah ingin kita membangun komunikasi. Kamu, dia, mereka menangis. Allah ingin kita saling menguatkan. Aku tertawa. Allah ingin aku merasakan perbedaan. Perbedaan antara di kala aku TERTAWA dan di kala aku MENANGIS.