Selasa, 11 Februari 2014 | By: DIAN - NIDA - BLOG

CINTA MONYETKU

"Cinta monyet itu udah nggak berlaku lagi. Yang ada cuma cinta-cintaan. Bukan cinta yang sesungguhnya. Kalau cinta monyet menjadi cinta sesungguhnya artinya cintamu itu karena Allah. Bukan cinta semu."


        Liburan semester pertama ini aku manfaatkan untuk pulang ke kampung halaman, menebus rasa rindu yang mendalam kepada orang tua dan orang-orang tersayang. Berangkat dari Jogja naik bis dan lima kali ganti bis itu rasanya seru. Apalagi nggak ada temannya. Menambah rasa waspada dan mandiri. Sampai di Tuban, rasanya hati ini senang sekali. Senangnya tak bisa dilukiskan oleh kata-kata pokoknya. Amat senang sekali.
       Allah tampaknya menunda memberikan kenikmatan-Nya padaku. Dua hari di Tuban aku jatuh sakit. Sepertinya sakit ini adalah teguran untukku agar tidak menyia-nyiakan waktu istirahat ketika merantau ke Jogja. Rasanya badan ini tidak menyatu satu sama lain. Semua organ tubuh ini terpisah dan aku berusaha mati-matian untuk menyatukannya kembali saat kepalaku tak henti-hentinya nyut-nyutan. Namun, Allah tidak lama menunda memberikan nikmat-Nya padaku. Tiga hari cukup untuk istirahat total dan bermuhasabah. Mengingat semua kesalahan yang pernah kuperbuat, memperbaiki diri menjadi hamba yang taat.
       Dua hari setelah aku sembuh, ada kabar dari kakak sedaerah yang juga kuliah di Jogja. Ternyata kampusku telah didaftarkan menjadi peserta campus fair di salah satu SMA favorit di Tuban. Rasanya senang karena bisa berbagi informasi dan bertemu orang-orang baru nantinya. Persiapan pun tak luput dari perhatian kami. Aku dan teman-teman seangkatan berusaha mengenal satu sama lain tanpa pandang jurusan A jurusan B, yang jelas kita dari kampus yang sama dengan tujuan yang sama, mengharumkan nama kampus kita.
       Hari H sosialisasi di acara campus fair pun tiba. Di saat mahasiswa dari berbagai kampus sibuk standby di standnya dan meladeni adik-adik yang posisinya sedang jadi client, aku menangkap sosok yang sangat kukenal dan tidak asing di mata. Ups, dia teman SD ku dulu. Nggak nyangka banget bisa tidak sengaja bertemu gini. Ya... aku tahu dia memang sekolah di SMA ini, tapi aku nggak tahu kalau pertemuan ini bisa terjadi. Selama kurang lebih satu setengah jam kita berbincang layaknya sudah bertahun-tahun tidak jumpa. Saat pertama dia menyadari bahwa orang bergamis hijau dengan kerudung senada itu aku, ekspresinya nggak enak banget. Rasanya ingin menjotosnya sampai merah semua mukanya. Hiiih... Menyebalkan. Tidak sampai disitu. Setelah kita cap cip cup intermezo tentang kampus yang akan dia pilih, dia meledekku berkali-kali. Yang dandanannya kayak tante-tante lah, yang pendek lah, yang inilah, yang itulah. Hhhh... rasanya kaki ini pengen nginjek kakinya sampai dia bilang “Ampun ampun! Stop! I’m sorry! Maap maap!” tapi aku nggak mungkin melakukannya. Kita bukan muhrim.
       Kalau boleh jujur, ada rasa senang saat bertemu kembali  dengannya juga rasa rindu pada masa-masa SD dulu. Sering banget kita berantem dan bersaing untuk menjadi yang terbaik di kelas. Walaupun sebenernya ada sesuatu yang terpancar dari matanya saat menatapku. Begitupun aku. Duh, udah kayak sinetron. Hehe. Namanya masih kecil, labil, tapi sekarang semua sudah berubah. Kita sudah punya kehidupan masing-masing, meskipun tidak menutup kemungkinan suatu hari nanti... Sudahlah. Aku yakin pertemuan ini hanyalah suatu kebahagiaan semu semata. Cinta monyet tidak berlaku lagi. Cinta monyet sudah berubah menjadi cinta-cintaan. Bukan cinta yang sesungguhnya. Memang semua hanyalah masa lalu. Tapi bagiku, masa lalu mengajariku lebih dari yang aku tahu. Masa lalu yang membuatku selalu ingin bermuhasabah dan lebih berhati-hati berurusan dengan hati.
DNA


0 komentar: